Rabu, 08 Juli 2015

Alvawan Nazmi; Surat untuk Teuku Mukhtizar dan Irfan Maulana di Bulan Ramadan 2015



Tulisan ini, aku dedikasikan kepada temanku yang mengenal akan diriku.  Angkatan 2008, Man 3 Rukoh Banda Aceh.

Hari pertama masuk sekolah.
Aku binggung mau pilih bangku yang mana, ada memilih bangku yang paling depan, ada juga memilih bangku paling belakang. Menurut tradisi dulu-dulu sebelum aku sekolah, barang siapa yang menandai atau yang pertama kali memilih bangku adalah pemiliknya sampai naik kelas. Cukup keren bukan.

Ketika itu, aku memilih bangku baris kedua. Saat itu, ada seorang cowok yang duduk disitu. Model Rambutnya dulu, aku masih ingat. Rambut di cat kuning dengan Model terbelah ditengah mirip vokalis peterpan pada masanya. 
Aku mulai berjabat tangan dan berkenalan.

Aku: Siapa nama Kau?
Aksennya memang begitu, campuran batak sama aceh.
Dia: T. Mukhtizar.
Aku: Di sebelah Kau ada orang duduk?
Dia: Ngak ada, Silahkan.

Dia adalah teman pertamaku waktu sekolah. Orangnya sangat loyal terhadap benda apapun. Tidak pelit dan selalu berbagi sesama teman. Berteman tidak pandang bulu, siapa saja dia berteman.

Semenjak kami berteman, sangat dekat. Aku tahu kalau dia sangat menyukai kebersihan. Tidak sama denganku yang selalu hidup dalam keberantakkan. Sedikit saja kotor, dia membersihkannya. Luar biasa bukan?

Banyak yang terjadi antara kami berdua, perselisihan, pertikaian, senang, susah, kami lalui bersama. Aku masih ingat, kami pulang malam dari jalan Inong Balee ke Blangkrueng naik sepeda, saat itu ada momen  yang tidak bisa kuceritakan disini.

Aku mengenal dekat keluarganya, ibu, adik dan neneknya yang sedang sakit. Aku selalu diterima baik ketika aku singgah dan bermalam di rumahnya. 

Cuma kelas satu, kami bersama. Kelas dua dan tiga, kami berpisah. Walaupun begitu, kerukunan pertemanan tetap terjaga.

Satu lagi temanku yang paling tolol adalah Irfan Maulana. Seorang pemuda yang sangat misterius. Sangat tertutup. Penuh dengan lelucon yang mengolok-olok. Tapi orangnya sangat seru. Aku mengenalnya di kelas satu. Ketika itu, aku mulai membaur dengan suasana dikelas. Orang yang terlalu ramah ini, sangat mengenal kepribadianku. Makanya aku sangat berhati-hati dengannya, hehe. Orangnya tinggi berpenampilan melo, penuh intuisi yang misterius, pandai memainkan kata. 

Ada cerita dimana aku, dia dan teman satu lagi Dedi Lutfi Purahman, (aku ngak tahu dia sekarang dimana?) kami bertiga ingin nongkrong dilapangan tugu. Sepeda motor yang kami naiki ternyata bensinnya habis. Aku pikir sepeda motor itu akan meletus, sehingga aku berteriak. Kekonyolan kami di jalan berakhir dengan memesan kupi pancong di warung kupi.

Tahun 2015 ini, kami masih tetap berkumpul bersama, bulan lalu saja kami masih sempat ngopi bersama-sama. Bercerita tentang masa suram kami dulu. Kopi, kue dan sebuah laptop di warungkopi adalah saksi dimana kami memang bersahabat.

Tidak ada kata yang tidak enak atau apalah terhadap kami. Semua dilalui dengan bercanda, dan saling menertawakan diri sendiri.

Untuk sekarang ini, kami masih menjaga komunikasi walaupun kita berjauhan.
Banyak cerita, banyak tawa, dan banyak yang di dapat.

Ditulis Oleh : Unknown // Rabu, Juli 08, 2015
Kategori:

0 komentar:

 

Total Tayangan Halaman

Alvawan Nazmi. Diberdayakan oleh Blogger.