Tulisan ini, aku dedikasikan kepada temanku yang mengenal akan diriku. Angkatan 2008, Man 3 Rukoh Banda Aceh.
Hari
pertama masuk sekolah.
Aku
binggung mau pilih bangku yang mana, ada memilih bangku yang paling depan,
ada juga memilih bangku paling belakang. Menurut tradisi dulu-dulu sebelum aku
sekolah, barang siapa yang menandai atau yang pertama kali memilih bangku
adalah pemiliknya sampai naik kelas. Cukup keren bukan.
Ketika itu,
aku memilih bangku baris kedua. Saat itu, ada seorang cowok yang duduk disitu.
Model Rambutnya dulu, aku masih ingat. Rambut di cat kuning dengan Model terbelah ditengah mirip vokalis
peterpan pada masanya.
Aku mulai berjabat tangan dan berkenalan.
Aku: Siapa nama Kau?
Aksennya memang begitu, campuran batak sama aceh.
Dia: T.
Mukhtizar.
Aku: Di
sebelah Kau ada orang duduk?
Dia: Ngak ada, Silahkan.
Dia adalah
teman pertamaku waktu sekolah. Orangnya sangat loyal terhadap benda apapun.
Tidak pelit dan selalu berbagi sesama teman. Berteman tidak pandang bulu, siapa
saja dia berteman.
Semenjak
kami berteman, sangat dekat. Aku tahu kalau dia sangat menyukai kebersihan. Tidak sama denganku
yang selalu hidup dalam keberantakkan. Sedikit saja kotor, dia membersihkannya. Luar biasa bukan?
Banyak yang
terjadi antara kami berdua, perselisihan, pertikaian, senang, susah, kami lalui
bersama. Aku masih ingat, kami pulang malam dari jalan Inong Balee ke
Blangkrueng naik sepeda, saat itu ada momen yang tidak bisa kuceritakan disini.
Aku
mengenal dekat keluarganya, ibu, adik dan neneknya yang sedang sakit. Aku
selalu diterima baik ketika aku singgah dan bermalam di rumahnya.
Cuma kelas
satu, kami bersama. Kelas dua dan tiga, kami berpisah. Walaupun begitu,
kerukunan pertemanan tetap terjaga.
Satu lagi
temanku yang paling tolol adalah Irfan Maulana. Seorang pemuda yang sangat
misterius. Sangat tertutup. Penuh dengan lelucon yang mengolok-olok. Tapi
orangnya sangat seru. Aku mengenalnya di kelas satu. Ketika itu, aku mulai
membaur dengan suasana dikelas. Orang yang terlalu ramah ini, sangat mengenal
kepribadianku. Makanya aku sangat berhati-hati dengannya, hehe. Orangnya tinggi
berpenampilan melo, penuh intuisi yang misterius, pandai memainkan kata.
Ada
cerita dimana aku, dia dan teman satu lagi Dedi Lutfi Purahman, (aku ngak tahu dia sekarang dimana?) kami bertiga
ingin nongkrong dilapangan tugu. Sepeda motor yang kami naiki ternyata
bensinnya habis. Aku pikir sepeda motor itu akan meletus, sehingga aku
berteriak. Kekonyolan kami di jalan berakhir dengan memesan kupi pancong
di warung kupi.
Tahun 2015
ini, kami masih tetap berkumpul bersama, bulan lalu saja kami masih sempat
ngopi bersama-sama. Bercerita tentang masa suram kami dulu. Kopi, kue dan
sebuah laptop di warungkopi adalah saksi dimana kami memang bersahabat.
Tidak ada
kata yang tidak enak atau apalah terhadap kami. Semua dilalui dengan bercanda,
dan saling menertawakan diri sendiri.
Untuk
sekarang ini, kami masih menjaga komunikasi walaupun kita berjauhan.
Banyak
cerita, banyak tawa, dan banyak yang di dapat.
0 komentar:
Posting Komentar