Sabtu, 18 Juni 2016

Alvawan Nazmi; Surat buat Naili Rahmi yang Memikat

Tulisan ini saya didekasikan kepada temanku yang mengenal akan diriku. Angkatan 2008, Man 3 Rukoh Banda Aceh 





Pertengahan Tahun 2005, Semester 1.

Saat itu, di depanku ada seorang gadis gendut memakai seragam sekolah, tampangnya nggak cantik – cantik banget, diam-pendiam, nalarnya kuat, rekasinya menggila. Dan saat kelasku dibagi, ternyata kami satu kelas. Aku tahu siapa gadis itu, dia anak seorang guru di sekolah tersebut.

Cerita antara kami dimulai.  

Di dalam kelas kami seperti Badak Bercula Empat dengan Gajah bergading runcing. Tidak akurPertikaian antara kami terus berlanjut. Mulai dari berdebat, berdikusi hal konyol, sampai kami beradu mulut depan semua orang. Tiap kali ketemu, tiap kali berpas-pasan dia selalu bilang:

“APA QE?”
Dan ditambah dengan “HAH”!
Lalu menjadi “APA QE, HAH”??

Aku masih tak ambil pusing dengan keadaan ini, tetapi lama kelamaan sikap gadis itu melonjak. Dia sering berdebat denganku baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Di kantin pun jadi.

Dia adalah lawan terberatku setelah Erli Marlina.

Dengan lunglai aku bisa mengerti keadaan dia seperti apa. Dia cantik, tapi ngak manis. Pasti Banyak orang bilang Kamu cantik ya?” dia GR setengah mati dan aku menjawab Kamu SEKSI ya?” dia langsung menombakku. 

Masih terhalang dalam pikiranku. Di dalam kelas dia sangat pendiam. Apalagi kalau guru sedang masuk. Kepintarannya tidak pernah terlihat olehku. Jarang ke papan tulis. Jarang menanggapi dalam diskusi/memberi masukkan maksudnya. Sama sekali tidak terlihat kepintarannya. Apakah dia mencontek aku tidak tahu.

Tamat sekolah aku terkejut. Kenapa? 
Karena dia masuk kuliah menjadi seorang dokter. 
Kan dokter semuanya pintar-pintar? 
Kata siapa? Menurutku tidak.

Tidak sepenuhnya dokter diluar sana pintar. Kadang ada juga bego. Seperti ini contohnya; tiap kali aku ke rumah sakit. Aku selalu di cek dan diberi obat dengan resep tertentu. Hal itu, aku perhatikan secara detail. Langkah-langkah dokter dalam menghadapi pasiennya adalah; Pertama, dokter menayakan "kamu sakit apa?" Saya jawab…… 

Lalu dokter mengecek tubuh saya dimana bagian yang sakit. Kedua, Dokter menuliskan resep obat dan ambil di apotik terdekat. Si dokter tersebut tidak tahu menahu soal penyakit kita seperti apa. Yang penting cek dan dikasih obat. Udah itu aja. Selesaikan urusannya. Tanpa menelusuri penyakit pasien apa. Kalau saja penyakit pasiennya jarang ditemui maka hal tak lain adalah dirujuk ke rumah sakit ternama. Tanpa adanya penelitian langsung oleh dokter tersebut. Oh, mungkin alasannya fasilitas ngak ada? Kalau saja dia mampu berpikir. Kalau posisinya di desa paling ngak harus tahu lah ramuan alam gimana cara olahnya.

Aku paling tidak suka kalau dokter yang aku temui itu, tidak becus dalam menangani pasien. Cuma Tanya penyakit, cek dan kasih obat. Tidak tahu menahu mau sembuh atau tidak? Yang penting kasih obat.

Pernah kutemui dokter cewek. Siang itu aku dari Tapaktuan mau pulang karena baru siap mengajar. Singah sebentar untuk membelikan minuman dingin. Pas depan rumah sakit Tapaktuan aku beli. Dokter cewek itu datang dari arah masuk ke rumah sakit. 
Dia berjalan kaki bersama temannya. 

Aku bertanya, "Kenapa sih kalo dokter selalu ditekan perut kalau penyakitnya seperti sakit perut? Malah bertambah sakitkan? Soalnya aku pernah merasa kesakitan. Dan itu kalau diperiksa di perut, ditekan sekuatnya. Aneh kan?"

Dokter cewek itu bingung. Karena ngak enak tadi merasa pintar, lalu dia menjawab pertanyaanku; "Memang begitu prosedurnya Bang. Kami waktu kuliah, kami diajarinnya seperti itu."

<< “Kalau mereka diajari untuk mutilasi bayi dalam kandungan gimana? 
Mereka mau juga? Aku menelan ludah, lalu menarik napas dan bilang dalam hati GOBLOK LOEE !!!!

Aku tidak membicarakan tentang profesi temanku ini. Sesama kawan saling mengingatkan. Alangkah baiknya kalau kita bisa berpikir sebentar, menanggapi keluhan, mendekati penyakit pasien yang dialami, lalu mencari jawaban atas penyakitnya. Jangan asik untuk make up, selfi, glamor depan pasien dan Medos.

Sebagai aku, seorang Guru (pendidik) sangat bisa mempelajari gerakan atau tubuh siswa. Makanya 70 % guru mempelajari ilmu Psikologi. Mungkin bagian Dokter juga pasti ada? Coba insting itu digunakan dengan baik. Yah, tergantung kepintaran kita juga. Pintar dalam hal berkomunikasi tentunya.

Untuk teman Cimiwilku ini yang sundek, sebenarnya aku yakin terhadap kemampuanmu. Aku cuma bercanda kalau aku tidak yakin (Bm). Tetap semangat, walaupun disana Gunung. Karena kutahu, kamu itu tidak pernah melihat dunia, karena selama kukenal, kamu selalu di rumah. Sekolah dan Rumah. Tanpa melihat atau jalan ke suatu tempat. 

Mungkin.

Paling tidak itu sebuah pengalaman. Suatu saat nanti kamu pasti tugas di Desa, kalau lewat PNS. Karena kuota sekarang di kota tidak memungkinkan. So, keep Fighting Nel.
  
Ini bukan soal bundamu, bukan soal tentang kamu anak mami. Tapi ini soal sebagai anak satu-satunya dalam keluarga, yang pada suatu saat kamu bakal sendiri.

Happy NEL.
HARD YOU. HAK

Ditulis Oleh : Unknown // Sabtu, Juni 18, 2016
Kategori:

 

Total Tayangan Halaman

Alvawan Nazmi. Diberdayakan oleh Blogger.