Tulisan ini saya didekasikan kepada temanku yang mengenal akan diriku. Angkatan 2008, Man 3 Rukoh Banda Aceh
Pertengahan Tahun 2005,
Semester 1.
Saat itu, di depanku ada seorang gadis gendut memakai seragam sekolah,
tampangnya nggak cantik – cantik banget, diam-pendiam, nalarnya kuat,
rekasinya menggila. Dan saat kelasku dibagi, ternyata
kami satu kelas. Aku tahu siapa gadis itu, dia anak seorang
guru di sekolah tersebut.
Cerita antara kami
dimulai.
Di dalam kelas kami seperti
Badak Bercula Empat dengan
Gajah bergading runcing. Tidak akur. Pertikaian antara kami terus
berlanjut. Mulai dari berdebat, berdikusi hal konyol, sampai kami beradu mulut depan
semua orang. Tiap kali ketemu, tiap kali berpas-pasan dia selalu bilang:
“APA
QE?”
Dan
ditambah dengan “HAH”!
Lalu
menjadi “APA QE, HAH”??
Aku masih tak ambil pusing
dengan keadaan ini, tetapi lama kelamaan sikap gadis itu melonjak. Dia sering berdebat
denganku baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Di kantin pun jadi.
Dia adalah lawan terberatku setelah
Erli Marlina.
Dengan lunglai aku bisa mengerti keadaan dia seperti apa. Dia cantik, tapi ngak
manis. Pasti Banyak orang bilang “Kamu cantik ya?” dia GR
setengah mati dan aku menjawab “Kamu SEKSI ya?” dia langsung menombakku.
Masih terhalang dalam
pikiranku. Di dalam
kelas dia sangat
pendiam. Apalagi kalau guru sedang masuk. Kepintarannya tidak pernah
terlihat olehku. Jarang ke papan tulis. Jarang menanggapi dalam diskusi/memberi masukkan
maksudnya. Sama sekali tidak terlihat kepintarannya. Apakah dia mencontek aku
tidak tahu.
Tamat sekolah aku terkejut.
Kenapa?
Karena dia masuk kuliah menjadi seorang dokter.
Kan dokter semuanya
pintar-pintar?
Kata siapa? Menurutku tidak.
Tidak sepenuhnya dokter diluar
sana pintar. Kadang ada juga bego. Seperti ini contohnya; tiap kali aku ke
rumah sakit. Aku selalu di cek dan diberi obat dengan resep tertentu. Hal itu, aku perhatikan secara detail. Langkah-langkah dokter dalam menghadapi
pasiennya adalah; Pertama, dokter menayakan "kamu sakit apa?" Saya jawab……
Lalu dokter
mengecek tubuh saya dimana bagian yang sakit. Kedua, Dokter menuliskan resep obat
dan ambil di apotik terdekat. Si dokter tersebut tidak tahu menahu soal
penyakit kita seperti apa. Yang penting cek dan dikasih obat. Udah itu aja.
Selesaikan urusannya. Tanpa menelusuri penyakit pasien apa. Kalau saja penyakit
pasiennya jarang ditemui maka hal tak lain adalah dirujuk ke rumah sakit
ternama. Tanpa adanya penelitian langsung oleh dokter tersebut. Oh, mungkin
alasannya fasilitas ngak ada? Kalau saja dia mampu berpikir. Kalau posisinya di
desa paling ngak harus tahu lah ramuan alam gimana cara olahnya.
Aku paling tidak suka kalau
dokter yang aku temui itu, tidak becus dalam menangani pasien. Cuma Tanya
penyakit, cek dan kasih obat. Tidak tahu menahu mau sembuh atau tidak? Yang
penting kasih obat.
Pernah kutemui dokter
cewek. Siang itu aku dari Tapaktuan mau pulang karena baru siap mengajar.
Singah sebentar untuk membelikan minuman dingin. Pas depan rumah sakit Tapaktuan aku beli. Dokter cewek itu datang dari arah masuk ke rumah sakit.
Dia
berjalan kaki bersama temannya.
Aku bertanya, "Kenapa sih
kalo dokter selalu ditekan perut kalau penyakitnya seperti sakit perut? Malah
bertambah sakitkan? Soalnya aku pernah merasa kesakitan. Dan itu kalau
diperiksa di perut, ditekan sekuatnya. Aneh kan?"
Dokter cewek itu bingung.
Karena ngak enak tadi merasa pintar, lalu dia menjawab pertanyaanku; "Memang
begitu prosedurnya Bang. Kami waktu kuliah, kami diajarinnya seperti itu."
<< “Kalau mereka diajari untuk mutilasi bayi
dalam kandungan gimana?
Mereka mau juga? Aku menelan ludah, lalu
menarik napas dan bilang dalam hati GOBLOK LOEE !!!!
Aku tidak membicarakan
tentang profesi temanku ini. Sesama kawan saling mengingatkan. Alangkah baiknya
kalau kita bisa berpikir sebentar, menanggapi keluhan, mendekati penyakit
pasien yang dialami, lalu mencari jawaban atas penyakitnya. Jangan asik untuk make up, selfi, glamor depan
pasien dan Medos.
Sebagai aku, seorang Guru (pendidik) sangat
bisa mempelajari gerakan atau tubuh siswa. Makanya 70 % guru mempelajari ilmu
Psikologi. Mungkin bagian Dokter juga pasti ada? Coba insting itu digunakan dengan baik. Yah,
tergantung kepintaran kita juga. Pintar dalam hal berkomunikasi tentunya.
Untuk teman Cimiwilku ini
yang sundek, sebenarnya aku yakin terhadap kemampuanmu. Aku cuma bercanda kalau
aku tidak yakin (Bm). Tetap semangat, walaupun disana Gunung. Karena kutahu,
kamu itu tidak pernah melihat dunia, karena selama kukenal, kamu selalu di
rumah. Sekolah dan Rumah. Tanpa melihat atau jalan ke suatu tempat.
Mungkin.
Paling tidak itu sebuah
pengalaman. Suatu saat nanti kamu pasti tugas di Desa, kalau lewat PNS. Karena
kuota sekarang di kota tidak memungkinkan. So, keep Fighting Nel.
Ini bukan soal bundamu,
bukan soal tentang kamu anak mami. Tapi ini soal sebagai anak satu-satunya
dalam keluarga, yang pada suatu saat kamu bakal sendiri.
Happy NEL.
HARD YOU. HAK
1 komentar:
HAK.
Posting Komentar