Aku berharap seseorang yang
dipuja dengan teramat segera menoleh. Aku pun diam-diam berharap bahwa yang dipuja akan menerima
segala kekuranganku. Aku sadar diri, Aku merasa tak cukup
baik untukmu.
Seolah mendoakan yang dicintainya menjadi sedikit bodoh, Aku mulai
merendahkan diri di hadapan semesta. “Aku
kurang baik, aku tidak pantas untumu. Tapi aku ingin kamu.”
Aku memang sadar diri. Sadar diri
yang menjadi percuma karena Aku tak kunjung benar-benar melakukan perbaikan.
Sadar diri yang tak disadarinya menjadi kamuflase berharap semesta memberinya
belas kasihan.
“Jangan berharap seseorang akan mencintai
kekuranganmu, jika kamu sendiri tak cukup pintar untuk benar-benar belajar
memperbaikinya,” begitu
kawannya menasihati.
Aku percaya
Tuhan itu adil, kan? Aku paham kalau masih banyak kurangnya, tapi aku ogah-ogahan melakukan benar-benar
perbaikan. Menurut kamu, apa mungkin Tuhan tega membiarkan orang sebaik dia bersama aku?”
“Menurut kamu gimana?”
”Aku terus belajar menuju
kebaikan, dan hanya menyesali keadaan.
Apa mungkin akan dipertemukan?”
Berjuang untuk orang yang mau
menerima kekuranganmu, jatuh cinta pada keanehan kamu, tapi tidak membiarkan aku memelihara sifat sifat buruk kamu. Ya, Aku ini kacau! Perlu diperbaiki pakai Cinta!
Bagiku, jatuh cinta
adalah anugrah sekaligus ujian, ujian
yang terserah Allah mau kasih kita dengan cara yang gimana, orang yang kayak
gimana.
Setiap jatuh cinta itu
anugrah sekaligus ujian,
ujian untuk selalu
dicari titik pembelajarannya. Tugasku mencari pembelajarannya, bukan sekadar siapa objeknya. Kalau kita merasa perlu
memperjuangkan dan kita mampu
memperjuangkan dengan cara yang diridhoi-Nya, ya perjuangkan.
0 komentar:
Posting Komentar