Kali ini aku membuat Cerpen tentang Cinta Terlambat, sebuah cerpen sederhana berkolaborasi dengan cewek cantik Aini.
Seberapa parahnya cerpen kami, mari sama-sama kita baca kalimat demi kalimat di bawah ini.
Cinta Terlambat
Oleh Alvawan dan Aini
Aku Intan, baru menginjak dua
puluh tujuh tahun. Wuah, ndak terasa hampir seperdelapan abad aku hidup. Dengan
umurku begini, selayaknya aku sudah menikah dan berkeluarga. Namun aku masih ragu tentang pilih memilih pasangan.
Karena membangun keluarga itu tidak butuh waktu 1 tahun namun akan berlanjut
masa tua. Nah, disitu aku masih binggung. Banyak yang datang dan banyak juga
yang kutolak.
Aku terlalu sibuk dengan urusanmu
mengetik, mengurusi plintat-plintut anu-inu, berdebat, mengkritik, dan memforsir diri untuk
mengurusi remeh-temeh. Tidak memikirkan nasibku ke depan gimana. Seperti orang
becus saja.
Tapi sepertinya pula, aku belum
melakukan apa-apa untuk membantu diriku ini, pastilah aku seperti seorang
pengecut, hanya bisa diam, mencari aman saja, dan lain-lain.
Matahari kian terik, seakan-akan
memanggang kulit kepala. Kalau saja tanpa mengenakan kerudung ini, rasanya
sudah meleleh otakku dibuatnya.
Aku pulang ke rumah seorang diri
menjinjing dua bungkus belanjaan untuk acara pesta perkawinan sepupuku, besok lusa.
Karena motorku yang mogok itu, sudah kutinggalkan begitu saja di bengkel dekat
pasar. Sial sekali hari ini.
Lalu, tiba-tiba saja lewatlah
Bang Mun. Lelaki yang selama ini begitu aku kagumi, setiap gerak geriknya aku
perhatikan. Sepertinya aku telah jatuh hati kepadanya.
Dia tidak hanya tampan namun
latar pendidikannya yang sudah menuntaskan strata dua di universitas luar
negeri pun menjadi alasan kenapa dia begitu di sanjung puja oleh semua gadis di
gampongku. Oleh sebab itu, persaingan antara aku dan gadis lain pun dimulai.
Di hari kedua, aku berjalan kaki
sendiri menuju kios kecil disamping gang tempatku tinggal untuk berbelanja,
karena kemarin ada yang kurang.
Yappp, dia melintas begitu saja
di hadapanku...
Aku berupaya untuk menoleh
menatap ke wajahnya, tapi dia tidak mempunyai reaksi balik atau membalasku
tatapanku. Karena memang cuaca sangat menyiksa akupun memberanikan diri
menyetopnya. STOP !
Bukan untuk minta dibonceng,
melainkan untuk menitip belanjaanku setidaknya sampai dirumah. Nanti aku ambil
kembali. Apa yang terjadi ternyata diluar dugaan.
“apa itu, ayam dan daging, aduh
bagaimana ya, saya takut nanti kena darahnya, kan najis” kata bang mun dengan
nada pelan.
Ini cukup menunjukkan bahwa dia
tidak ingin membantuku. “ouh, tidak apa kalau begitu” balasku dengan senyum
ringan namun bisa dilihat aku sedang capek.
Tidak
sengaja bibirku mengucapkannya, “Hmhm, Bang Mun udah nikah ya”. “Eh?”, Bang Mun
terkejut lalu membalasnya “Iya, rencana gitu, saya udah bertunangan”. Aku diam,
memberikan senyum kecil buat Bang Mun. Dan Bang
Mun pun berlalu begitu saja hingga kini sudah tidak terlihat lagi fisiknya dan
tidak terdengar suara kendaraannya.
Padahal saya ingin melakukan tindakkan selanjutnya
yaitu meminta nomor handphone atau yang lain untuk bisa dekat Bang Mun,
mendengarkan kalimat itu aku mengurung niat aku untuk memberikan kontak lebih
kepadanya.
Tiba-tiba deru sepeda motor
kencang terdengar dibelakangku, dua tiga kali dia membunyikan klakson. Oh,
ternyata abang tukang bengkel itu mengantar motorku yang sudah diperbaikinya.
Baik sekali dia. Dia sering kali melihat waktu lewat depan rumah,
memperhatikanku dan selalu membantuku kalau ada masalah, seperti memperbaiki
lampu depan teras rumah. Kurasa aku jatuh hati pada pemuda berpeci itu,
sekalipun wajahnya masih belepotan dengan selinder, tapi aku yakin dia pemuda
beriman berhati malaikat.
Semenjak aku dan pemuda itu sudah
dekat dan hampir menemukan jawabanku atas asmara yang selama ini kucari, Tuhan
berkehendak lain. Udah satu minggu pemuda itu menghilang dan tidak pernah lagi menemuiku.
Aku bertanya-tanya dalam dalam hati, “kenapa ya dia udah jarang ketemu?”, “apa
dia udah punya cewek lain”. Sejuta pertanyaan lain bergeluyat dipikiranku.
Lalu, hatiku mendadak gelisah, takut, dan apalah... Akhirnya aku mencari pemuda
itu dan bertanya kepada temannya di bengkel. Kami bercerita lama, dia sangat
mencintaimu, kata temannya. Lalu kenapa dia ngak pernah ngomong langsung
kepadaku. Tanyaku balik. Teman bengkelnya bilang “dia takut kalau kamu
menolaknya”..
Dia sekarang dimana? Sambil
melihat sudut ruang, siapa tahu dia lagi sembunyi. Teman bengkel bilang Pemuda yang
kamu cari itu sekarang telah tiada, dia sudah meninggal.
Hening... Air mataku mulai
jatuh...
Bedakku telah luntur, aku membuat
bedak ini khusus untuk bertemu dengannya. Abang yang mencintaiku itu telah
meningggalkanku untuk selamanya, pemuda yang dulunya pernah aku cuekkin,
ternyata dia menyimpan perasaan yang dalam terhadapku dan aku udah tahu akan
hal itu. Aku pengen dia yang nembak aku duluan, aku menunggu jawaban tepat dan
manis darinya. Di dalam kamarnya kudapati poto-potoku dan puisi yang akan dia
utarakan kepadaku....
Aku menyesal, sangat menyesal.
Aku tidak sempat mengatakan bagaimana perasaanku padanya. Aku juga cinta sama
pemuda itu. Hingga detik ini, penyesalan itu masih ada. Masih mengganjal di
dalam lubuk hatiku yang terdalam. Rasanya bahkan jauh lebih berat dibandingkan
saat pemuda itu masih hidup.
.......
0 komentar:
Posting Komentar