Senin, 15 September 2014

Sebuah cerita pendek kolaborasi dengan seorang Blogger

Kali ini aku membuat Cerpen tentang Cinta Terlambat, sebuah cerpen sederhana berkolaborasi dengan cewek cantik Aini
Seberapa parahnya cerpen kami, mari sama-sama kita baca kalimat demi kalimat di bawah ini. 

Cinta Terlambat
Oleh Alvawan dan Aini

Aku Intan, baru menginjak dua puluh tujuh tahun. Wuah, ndak terasa hampir seperdelapan abad aku hidup. Dengan umurku begini, selayaknya aku sudah menikah dan berkeluarga.  Namun aku masih ragu tentang pilih memilih pasangan. Karena membangun keluarga itu tidak butuh waktu 1 tahun namun akan berlanjut masa tua. Nah, disitu aku masih binggung. Banyak yang datang dan banyak juga yang kutolak.
Aku terlalu sibuk dengan urusanmu mengetik, mengurusi plintat-plintut anu-inu, berdebat,  mengkritik, dan memforsir diri untuk mengurusi remeh-temeh. Tidak memikirkan nasibku ke depan gimana. Seperti orang becus saja.
Tapi sepertinya pula, aku belum melakukan apa-apa untuk membantu diriku ini, pastilah aku seperti seorang pengecut, hanya bisa diam, mencari aman saja, dan lain-lain.
Matahari kian terik, seakan-akan memanggang kulit kepala. Kalau saja tanpa mengenakan kerudung ini, rasanya sudah meleleh otakku dibuatnya.
Aku pulang ke rumah seorang diri menjinjing dua bungkus belanjaan untuk acara pesta perkawinan sepupuku, besok lusa. Karena motorku yang mogok itu, sudah kutinggalkan begitu saja di bengkel dekat pasar. Sial sekali hari ini.
Lalu, tiba-tiba saja lewatlah Bang Mun. Lelaki yang selama ini begitu aku kagumi, setiap gerak geriknya aku perhatikan. Sepertinya aku telah jatuh hati kepadanya.
Dia tidak hanya tampan namun latar pendidikannya yang sudah menuntaskan strata dua di universitas luar negeri pun menjadi alasan kenapa dia begitu di sanjung puja oleh semua gadis di gampongku. Oleh sebab itu, persaingan antara aku dan gadis lain pun dimulai.
Di hari kedua, aku berjalan kaki sendiri menuju kios kecil disamping gang tempatku tinggal untuk berbelanja, karena kemarin ada yang kurang.
Yappp, dia melintas begitu saja di hadapanku...
Aku berupaya untuk menoleh menatap ke wajahnya, tapi dia tidak mempunyai reaksi balik atau membalasku tatapanku. Karena memang cuaca sangat menyiksa akupun memberanikan diri menyetopnya. STOP !
Bukan untuk minta dibonceng, melainkan untuk menitip belanjaanku setidaknya sampai dirumah. Nanti aku ambil kembali. Apa yang terjadi ternyata diluar dugaan.
“apa itu, ayam dan daging, aduh bagaimana ya, saya takut nanti kena darahnya, kan najis” kata bang mun dengan nada pelan.
Ini cukup menunjukkan bahwa dia tidak ingin membantuku. “ouh, tidak apa kalau begitu” balasku dengan senyum ringan namun bisa dilihat aku sedang capek.
Tidak sengaja bibirku mengucapkannya, “Hmhm, Bang Mun udah nikah ya”. “Eh?”, Bang Mun terkejut lalu membalasnya “Iya, rencana gitu, saya udah bertunangan”. Aku diam, memberikan senyum kecil buat Bang Mun. Dan Bang Mun pun berlalu begitu saja hingga kini sudah tidak terlihat lagi fisiknya dan tidak terdengar suara kendaraannya.
Padahal saya ingin melakukan tindakkan selanjutnya yaitu meminta nomor handphone atau yang lain untuk bisa dekat Bang Mun, mendengarkan kalimat itu aku mengurung niat aku untuk memberikan kontak lebih kepadanya.
Tiba-tiba deru sepeda motor kencang terdengar dibelakangku, dua tiga kali dia membunyikan klakson. Oh, ternyata abang tukang bengkel itu mengantar motorku yang sudah diperbaikinya. Baik sekali dia. Dia sering kali melihat waktu lewat depan rumah, memperhatikanku dan selalu membantuku kalau ada masalah, seperti memperbaiki lampu depan teras rumah. Kurasa aku jatuh hati pada pemuda berpeci itu, sekalipun wajahnya masih belepotan dengan selinder, tapi aku yakin dia pemuda beriman berhati malaikat.
Semenjak aku dan pemuda itu sudah dekat dan hampir menemukan jawabanku atas asmara yang selama ini kucari, Tuhan berkehendak lain. Udah satu minggu pemuda itu menghilang dan tidak pernah lagi menemuiku. Aku bertanya-tanya dalam dalam hati, “kenapa ya dia udah jarang ketemu?”, “apa dia udah punya cewek lain”. Sejuta pertanyaan lain bergeluyat dipikiranku. Lalu, hatiku mendadak gelisah, takut, dan apalah... Akhirnya aku mencari pemuda itu dan bertanya kepada temannya di bengkel. Kami bercerita lama, dia sangat mencintaimu, kata temannya. Lalu kenapa dia ngak pernah ngomong langsung kepadaku. Tanyaku balik. Teman bengkelnya bilang “dia takut kalau kamu menolaknya”..
Dia sekarang dimana? Sambil melihat sudut ruang, siapa tahu dia lagi sembunyi. Teman bengkel bilang Pemuda yang kamu cari itu sekarang telah tiada, dia sudah meninggal.
Hening... Air mataku mulai jatuh...
Bedakku telah luntur, aku membuat bedak ini khusus untuk bertemu dengannya. Abang yang mencintaiku itu telah meningggalkanku untuk selamanya, pemuda yang dulunya pernah aku cuekkin, ternyata dia menyimpan perasaan yang dalam terhadapku dan aku udah tahu akan hal itu. Aku pengen dia yang nembak aku duluan, aku menunggu jawaban tepat dan manis darinya. Di dalam kamarnya kudapati poto-potoku dan puisi yang akan dia utarakan kepadaku....
Aku menyesal, sangat menyesal. Aku tidak sempat mengatakan bagaimana perasaanku padanya. Aku juga cinta sama pemuda itu. Hingga detik ini, penyesalan itu masih ada. Masih mengganjal di dalam lubuk hatiku yang terdalam. Rasanya bahkan jauh lebih berat dibandingkan saat pemuda itu masih hidup.

.......

Ditulis Oleh : Unknown // Senin, September 15, 2014
Kategori:

0 komentar:

 

Total Tayangan Halaman

Alvawan Nazmi. Diberdayakan oleh Blogger.