Sabtu, 17 Mei 2014

Aku dan Mak

Mengenang mak di usia tuanya. Mengenang ayah dimasa hidupnya. Sekarang, Makku sedang sakit-sakitan pada tenggorakkannya. Ngak bisa terlalu banyak masukkan makanan ke mulut begitupun minum terasa sakit. Kata Dokter Spesialis Saraf, ngak ada penyakit apa-apa. Semoga lekas sembuh maaaaaakkk. Muaaachh.

Itulah keluargaku. Aku lahir di rumah sakit umum kota naga Aceh Selatan. Aku anak laki-laki satunya di keluarga dari 3 bersaudara. Kakakku semuanya telah menikah dan mempunyai anak. Aku sekarang tinggal bersama kedua orangtuaku dan sekarang akulah anak terakhir yang berkewajiban menjaganya. Kakakku tinggal semuanya berpencar-pencar. Tidak ada kata menolong dalam tema keluargaku semuanya harus berusaha sendiri, kecuali aku sih, yang sering dibantu. Hihihi.

Berikut ada penggalan cerita dari novel kulit pisang yang terjadi waktu kuliah dulu, penggalan cerita ini sengaja di cut, karena tema dalam novelku adalah cinta dan masa kuliah dulu. Jadi kata editor jangan lari kemana-mana. Hehe

Silahkan baca.....

Krriiingg…. Kriingg….
Handphoneku berbunyi lalu aku mengangkatnya
“Wan dimana sekarang!”. Teriak Mak dibalik Handphone.

Seperti biasanya, hampir setiap hari Mak meneleponku dan menanyakan kabarku. Bahkan disaat aku tertidur, ketika aku lagi pergi bersama teman bahkan bersama pacar, mak selalu meneleponku serta menanyakan kabarku.

Aku tinggal di sebuah desa yang nyaman, Desa Pekan Bada Aceh Besar. Orang bilang sih, tempat Jin buang Anak. Satu tahun bersemayam di daerah nan jauh dari Kampus, menempatkanku sebagai mahasiswa yang punya banyak keinginan untuk bisa merasakan hal yang baru, dan untuk bisa selesai secepatnya kuliah. Kuliah yang telah menjadi hal membahagiakan bagi orangtuaku, untuk bisa menjadi Sarjana Sukses, siap punya kerja. 

“Hmmhufp…. Lagi tempat kawan mak..” balasku dengan malas.

Berat sekali ngejawab pertanyaan Mak, karena pertanyaan itu sudah beribu kali terdengar di telingga kiri dan kananku. Aku sengaja menekan tombol Laundspekker di handponeku dan meletakkannya dikasur. 

“Pergi kuliah hari ini?” tanya mak lagi.

Aku ambil selimut, dan kutarik lagi sampai menutupi wajahku  serta menutupinya dari obrolan Mak. 

“Iya, maaak??” Jawabku dalam selimut. 

Aku berusaha berbohong sama mak, karena hari itu aku benar-benar lagi ngak ke kampus. Jam kuliah memang tidak ada. Aku takut kalau aku mengecewakannya, berpikiran terus sama aku. Hal yang membuatku sadar saat ini adalah selalu menjaga amanahnya, kuliah adalah satu keinginanku dan orangtua untuk bisa lebih baik ke depan. Iya Masa depanku. Mak selalu bilang, harus cepat selesai. Dan itu adalah kalimat yang menengaskan bahwa aku punya kesempatan buat ngebahagiain mak dimasa tuanya yang sudah menanjak unzur.

Ada kisah durhakaku dengan emak sewaktu SD, aku pernah gak dikasih keluar rumah apalagi nyeberang jalan. Jalan itu tak seluas, dikampungku. Waktu aku main sama temanku hujan-hujanan dibelakang rumah, aku selalu diperhatiin, dan mak sempat bilang “udah mainnya nanti sakit kepala!” Pokoknya setiap aku keluar rumah, aku selalu dibawah ketek mak terus... 

Hal yang masih aku ingat, SD kelas 4 aku pindah sekolah ke Banda Aceh, adalah aku sempat ngelempar mak pakai baterai ABC besar yang udah gak dipakai lagi dan itu aku temui disalah satu selokkan. Di saat sore itu, aku sedang main sama teman cewek ngebetanku namanya Sari. 

Mak bilang “udah mainnya, cepat mandi”. Aku  ngak mendengarkannya dan akhirnya aku lari sambil sembunyi, lalu mak mengejarku dan mencariku, karena aku takut mandi dan gak mau di tanggap oleh mak, aku tak segaja ngelempari mak dengan baterai, sampai mak merasa sakit kepala, tapi gak berdarah.

Aku akhirnya ke tangkap juga oleh abang warung dan dimandiin pake sampoo. Dulu aku mempunyai penyakit phobia sama sampo dan potong rambut. Aku berteriak sekerasnya. Aaaaaaa... Mak memiliki kebiasaan yang selalu mengawasiku sampai kiamat.

Pada umurku  21 tahun ini. aku ingin cepat pulang kampung karena udah dekat bulan ramadan. Beberapa harinya, aku mempersiapkan diri untuk mulai perjalanan nan jauh.
Sebelum aku berangkat, sms dan telepon terus menjadi bayanganku.

“jerengen udah bawa?” (jerengen khusus bawa minyak bensin) Tanya mak.

“maaakk, kan pasca tsunami udah berakhir. Di jalankan ada banyak yang jual bensin, Jadi ngak usah khawatir". Jawabku dengan sigap

Besoknya aku berangkat, 2 jam setelah keberangkatan, handphone berbunyi lagi, (ini, kapan sampainya kalo gini) ah, aku matiin saja. 




Itu dia penggalan ceritanya, aku sama mak masih akur-akur saja saat ini dan tidak lagi seperti dulu, ngak sering diawasi agi. Aku udah gede. Haha.

Perlakuan mak kepadaku sangat berbeda dengan anak lainnya.
           1. Waktu kelas 1 SD, tiap malam aku harus ngaji, kalau salah mengulang bacaan alquran aku kenak cubit, merah delima pahaku. 
         2. Ketika SD, tiap main sama teman selalu di awasi, ngak boleh ginilah gitulah. Kalau berantem sama teman, di larang membalas ke teman dan berusaha untuk nangis aja.

Kenapa kalau urusan makan beda? Aku harus mencari makan sendiri, dan makan sendiri di sudut pojok, ada di bawah meja makan. Aku ini siapa mak? .....

Sampai saat ini aku mikir, kenapa sikap makku dulu sangat kejam terhadapku? Apakah itu sikap ibuk yang baik kepada anaknya? BENTUK SAYANG ?

Tengah malam gini, aku galau dan bingung, memikirkannya lagi, masa mak dan aku. Yang ada sakit kepala. Intinya satu, jadi anak yang berguna dan berbakti saja.

kok tiba-tiba aku ngak bisa tidur ya?

Ditulis Oleh : Unknown // Sabtu, Mei 17, 2014
Kategori:

3 komentar:

khairiah mengatakan...

yakin udah gede...ha...3x, btw jadi penasaran sama novel kulit pisangnya kasih resep donk gimana bisa bkn novel

Unknown mengatakan...

hahaha..
kalo untuk resepnya sih ngak jauh2 beda kk, yg pasti pelajari penerbit, pendekatan dg editor. itu saja cukup. eh novelnya belum terbit ya kk.

Unknown mengatakan...

haha...
jadi anak mak ne ceritanya...
kemana2 diawasin, kapan mandirinya,,
hehehe....
tapi skrang udah mandiri kan bang?

 

Total Tayangan Halaman

Alvawan Nazmi. Diberdayakan oleh Blogger.