Jumat, 15 November 2013

Demi Pilihan



Hari ini aku mengajar seperti biasa. Biasa dengan hari biasa lainnya, tidak ada perubahan dalam diriku. Ke seharian sendiri membuat hidup ini biasa-biasa saja.

SEKOLAH
Selesai mengajar, aku selalu duduk di kantin dengan persaaan tidak menyenangkan. Di temani sama Apoe Syam. Apo Syam adalah orang penjaga kantin yg udah lama berjualan di situ. Kami udah satu bulan lebih berkenalan. Beliau sebenarnya sudah tuha, anaknya ada dua, yg cowok belum nikah, dan yg cewek udah nikah dan mempunyai anak satu, dan beliau tinggal ngak jauh dari sekolah yg aku ngajar. Hari itu, aku merasa ngak enak pikiran, karena banyak yg aku pikirkan.

“Apoe, kopi caatu buehhh”! sahutku dengan rada bencong.

Aku duduk, termenung dan menghabiskan kopi itu sambil mandangin ke arah pustaka sekolah. Tiba-tiba datang Bapak2 dan duduk di sebelah aku. sebut saja namanya Bambang. Bapak itu kerja bangunan di samping sekolah, karena capek dia istirahat dulu di kantin Apo Syam. Setelah 7 menit bapak itu duduk sebelahku, beliau bilang sama apo syam.
“Anak zaman sekarang, maunya cepat2 nikah, pas udah nikah, ngak tahu cara cari  uang. Dan hanya bisa menampung hidup sama mertua”.
Lanjut apo : “Gitulah anak modern sekarang, kalo ada uang 10 juta dan tampil oke aja, langsung ngajak nikah, dan selesai itu stress mikirin uang bulanan. Rebes Apo sambil melihat aku.
Aku hanya bisa nelan ludah, dan mengangguk.
Kayaknya aku tahu kalo mereka nyindir aku, karena jelas sekali kalau aku belum menikah. Ada orang bilang Nikah itu Gampang. Oke Gampang ! tapi menjalaninya itu Susah. Siapa sih yg ngak mau nikah? Kita harus mempersiap alat tempur itu dengan keadaan ready. Siap mental, Matang dan harus mempunyai tanggung jawab besar. Itu !
Sejak itu, aku tidak pernah melupakan pembicaraan Bapak sama Apo. Pacaran itu boleh aja, asal jangan main2. Pilihan itu harus jitu, karena aku juga tahu kalau mempermainkan anak orang itu ngak baik.


RUMAH, FAMILY
Malam lalu Ada tawaran dari keluarga untuk kerja di Perusahaan. Salah satunya yg dekat dengan tempat tinggal adalah perusahaan BUMN yaitu Bank Pemerintah. Tahun lalu juga bilang begitu, dan aku sih tidak memperdulikannya. Karena lebih baik mengajar sesuai dengan profesiku yg aku ambil di Kampus waktu dulu. Menjadi seorang guru. Namun, aku tahu kalau mereka juga memikirkan keadaanku dan masa depanku.
Apalagi sekarang Guru Honor atau Kontrak tidak berlaku lagi dari Kementrian Pendidikan. Tergantung juga sekolah mau nampung atau ngak. Dengan Gaji pas-pas di sekolah yg aku ngajar. Aku nilai tidak cukup buat keperluan lain dan masa depan.
Hal ini membatasi aku dengan kehidupan Sosial. Taraf hidup dari tahun ke tahun bakal naik terus. Adduuuhhh… Ekonomi.. Tapi kalau ekonomi naik di Indonesia, mengapa rakyat tak kunjung Sejahtera juga?
Keluargaku terus memaksaku untuk bisa nentuiin pilihan yg aku ambil. SEKARANG! Dan itu membuatku harus berpikir banyak. Aku ngak mau, kalau umur 30 tahun masih begitu2 saja. Harus ada perubahan, perubahan dari Nol ke perubahan yg tidak Nol.
Temanku pernah bilang “tidak banyak yg kita lakukan, dengan hanya mempertimbangkan”.
Intinya, hidup ini harus sejalan dengan apa yg kita pikirkan. Rata-rata orng bilang, hidup ini di buat santai saja”. Itu salah besar. Yang betulnya apa adalah Hidup ini harus di pikirkan…..



Ditulis Oleh : Unknown // Jumat, November 15, 2013
Kategori:

6 komentar:

Fardelyn Hacky mengatakan...

Sahutku dengan rada bencong itu maksudnya gimana ya? :D

Putri Maulina AK mengatakan...

Blogwalking. Baru sempat mampir nih :)

Citra Rahman mengatakan...

Rada bencong ya. Oh okesip.

Unknown mengatakan...

hahaa., mksdnya kak kan, suara saya kak agak parau gitu. :D

Unknown mengatakan...

Oke Put, ngak apa2.. aku senang kok, kamu hadir di sini. :)

Unknown mengatakan...

Walah Mas Bro... apa itu, okesipp..
jangan mikir macam2 yaa. huhuh..

 

Total Tayangan Halaman

Alvawan Nazmi. Diberdayakan oleh Blogger.