Kota madani di jaman
berteknologi ini, sekarang tidak sama lagi dengan jaman dahulu. Kota sekarang
telah berkembang sangat pesat, lebih modren. Untuk itu, kita harus mengupasnya
satu persatu dan memahami akar pengertian kota madani. Ada baiknya, kita lihat
secara sepintas beberapa wawasan luas (intelek) yang menjadi dasar perdebatan
mengenai kota madani.
Kota madani memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Nah, bila merujuk kepada bahasa Arab madaniyah, yang berarti menempati suatu tempat. Benarkah? Iya benar.
Kota madani memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Nah, bila merujuk kepada bahasa Arab madaniyah, yang berarti menempati suatu tempat. Benarkah? Iya benar.
Ada beberapa ciri-ciri kota madani, diantaranya:
- Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
- Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
- Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
- Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
- Tumbuh kembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rezim-rezim totaliter.
- Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan sehingga individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
- Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.
Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan
bahwa kota madani adalah sebuah kota demokratis dimana terdapat masyarakat dan para
anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat
dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan
peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan
program-program pembangunan di wilayahnya. Namun demikian, kota madani bukanlah
masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken for granted. Kota madani
adalah konsep yang cair yang dibentuk dari poses sejarah yang panjang dan
perjuangan yang terus menerus. Bila kita kaji, masyarakat di negara-negara maju
yang sudah dapat dikatakan sebagai kota madani, maka ada beberapa prasyarat
yang harus dipenuhi untuk menjadi kota madani, yakni adanya democratic
governance (pemerintahan demokratis yang dipilih dan berkuasa secara demokratis
dan democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup menjunjung nilai-nilai
civil security; civil responsibility dan civil resilience). Apabila diurai, dua
kriteria tersebut menjadi tujuh prasyarat kota madani sebagai berikut:
- Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat.
- Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (social capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan terjalinnya kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok.
- Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata lain terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
- Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga swadayauntuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan.
- Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.
- Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.
- Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antar mereka secara teratur, terbuka dan terpercaya.
Tanpa prasyarat tesebut maka kota madani hanya akan
berhenti pada satu saja. Kota madani akan terjerumus pada masyarakat “sipilisme”
yang sempit yang tidak ubahnya dengan faham militerisme yang anti demokrasi dan
sering melanggar hak asasi manusia (HAM).
Sejak digulirkannya istilah kota madani pada tahun 1995 oleh Datuk Anwar Ibrahim, sejak itu pula upaya untuk mewujudkan kota madani telah “menggoda” dan memotivasi para pakar pendidikan untuk menata dan mencari masukan guna mewujudkan kota madani yang dimaksud. Namun, pihak-pihak yang skeptis meragukan keberhasilan bangsa Indonesia mewujudkan kota madani. Dalam hal ini, kota madani adalah sebuah impian (dream) suatu komunitas tertentu. Oleh karena itu, banyak pihak meragukan upaya bangsa Indonesia apalagi kota Banda Aceh (Aceh), dalam mewujudkan kota madani yang diharapkannya, karena formatnya pun belum jelas.
Banyak pihak memberikan dugaan bahwa Indonesia masih
akan jauh dari pembentukan kota madani karena demokratisasi pendidikan belum
berjalan lancar, sistem pendidikannya masih menerapkan faham kekuasaan, masih
terlalu berbau feodal, dan belum memperhatikan aspirasi kemajemukan peserta
didik secara memadai. Jika reformasi dan inovasi pendidikan memang mendesak
untuk dilakukan dan agar kita memiliki andil dalam membentuk dan menghadapi kota
madani, maka permasalahannya antara lain adalah, “sampai sejauh mana pemahaman
kita tentang makna kota madani?, nilai-nilai manfaat apa yang diperoleh dengan
terbentuknya kota madani?, dan bagaimana pemecahan masalahnya atau bagaimana
cara melaksanakan demokratisasi pendidikan untuk mewujudkan kota madani?,
bagaimanakah arah reformasi dan inovasi pendidikan harus dilakukan?, bagaimanakah
agar demokratisasi pendidikan itu berjalan mulus tanpa hambatan dan
penyimpangan?, bagaimana kekuasaan dan kepentingan pribadi atau golongan tidak
menggoda untuk menunda demokratisasi pendidikan?.
Mengingat banyaknya masalah yang dihadapi dalam mewujudkan
kota madani, maka pada kesempatan ini pembahasan dibatasi pada apakah makna kota
madani itu, apakah manfaat mewujudkan kota madani itu?, dan bagaimana cara
mewujudkan kota madani melalui pendidikan demokratisasi pendidikan?
Gellner (1995:2) menyatakan bahwa kota madani akan
terwujud manakala terjadi tatanan masyarakat yang harmonis, yang bebas dari
eksploitasi dan penindasan. Pendek kata, kota madani ialah kondisi suatu
komunitas yang jauh dari monopoli kebenaran dan kekuasaan. Kebenaran dan kekuasaan
adalah milik bersama. Setiap anggota kota madani tidak bisa ditekan,
ditakut-takuti, dicecal, diganggu kebebasannya, semakin dijauhkan dari
demokrasi, dan sejenisnya. Oleh karena itu, perjuangan menuju kota madani pada
hakikatnya merupakan proses panjang dan produk sejarah yang abadi dan
perjuangan melawan kezaliman dan dominasi para penguasa menjadi ciri utama kota
madani.
Perjuangan kota madani di Indonesia pada awal
pergerakan kebangsaan dipelopori oleh Syarikat Islam (1912) dan dilanjutkan
oleh Soeltan Syahrir pada awal kemerdekaan. Jiwa demokrasi Soeltan Syahrir
ternyata harus menghadapi kekuatan represif baik dari rezim Orde Lama di bawah
pimpinan Soekarno maupun rezim Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto, tuntutan
perjuangan transformasi menuju kota madani pada era reformasi ini tampaknya
sudah tak terbendungkan lagi dengan tokoh utamanya adalah Amien Rais dari
Yogyakarta.
Dalam kota madani, pelaku sosial akan berpegang teguh
pada peradaban dan kemanusiaan. Kota madani merupakan masyarakat modern yang
bercirikan kebebasan dan demokratisasi dalam berinteraksi di masyarakat yang
semakin plural dan heterogen. Dalam keadaan seperti ini, masyarakat diharapkan
mampu mengorganisasikan dirinya dan tumbuh kesadaran diri dalam mewujudkan
peradaban. Mereka akhirnya mampu mengatasi dan berpartisipasi dalam kondisi
global, kompleks, penuh persaingan dan perbedaan.
Dalam memasuki milenium III ini, tuntutan kota madani
di dalam negeri oleh kaum reformis yang anti status quo menjadi semakin
besar. Kota madani yang mereka harapkan adalah masyarakat yang lebih terbuka,
pluralistik, dan desentralistik dengan partisipasi politik yang lebih besar,
jujur, adil, mandiri, harmonis, memihak yang lemah, menjamin kebebasan
beragama, berbicara, berserikat dan berekspresi, menjamin hak kepemilikan dan
menghormati hak-hak asasi manusia.
Begitulah pula dengan kota Banda Aceh yang penuh budaya, agama, suku, dan etnis ini. Menurut padangan saya sebagai Blogger, kota dipandang sebagai kota yang sehat adalah adanya jasmani dan rohani. Untuk membangun kota, bukan sekedar merevitalisasikan adab dan tradisi masyarakat lokal saja, tetapi lebih dari itu untuk membangun masyarakat yang berbudaya, beragama sesuai keyakinan individu, masyarakat berbudaya yang saling cinta, kasih dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan.
Kota Madani sebagai kota yang penuh berperadaban,
harus menjunjung tinggi serta nilai-nilai kemanusiaan dong, lalu masyarakat
yang demokratis dan masyarakat sejahtera yang cinta damai juga.
Program pembangunan dengan keseimbangan
pembangunan kota diarahkan pada upaya meningkatkan dan mengimbangkan kota
madani dalam suatu sistem wilayah melalui peningkatan infra struktur perkotaan,
sumber daya alam, sumber daya manusia dalam kerangka pengembangan ekonomi
rakyat.
Intinya membangun sebuah masyarakat madani
memerlukan komitmen bersama semua pihak.
-Banda Aceh Kota Madani
*Tambahan
Di bawah ini ada video hasil wawancara saya dengan tenaga pengajar Wahyu Hidayat, S.Pd.i di meukek, Aceh Selatan. Dan ada juga photo seputar kota Banda Aceh dan kota Aceh Selatan.
Ini link videonya: Klik Disini (Kota Madani 2014)
Photonya bisa dilihat dibawah.
-Banda Aceh Kota Madani
*Tambahan
Di bawah ini ada video hasil wawancara saya dengan tenaga pengajar Wahyu Hidayat, S.Pd.i di meukek, Aceh Selatan. Dan ada juga photo seputar kota Banda Aceh dan kota Aceh Selatan.
Ini link videonya: Klik Disini (Kota Madani 2014)
Photonya bisa dilihat dibawah.
![]() |
Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh |
![]() |
Simpang Lima, Kota Banda Aceh |
![]() |
Pusat kota Tapaktuan |
![]() |
Masjid Agung Istiqamah Tapaktuan |
![]() | ||||
Saya; langsung dari kantor Bupati Aceh Selatan |
0 komentar:
Posting Komentar