Sabtu, 26 Juli 2014

Tentang Kota Madani yang Blak-Blakan

Kota madani di jaman berteknologi ini, sekarang tidak sama lagi dengan jaman dahulu. Kota sekarang telah berkembang sangat pesat, lebih modren. Untuk itu, kita harus mengupasnya satu persatu dan memahami akar pengertian kota madani. Ada baiknya, kita lihat secara sepintas beberapa wawasan luas (intelek) yang menjadi dasar perdebatan mengenai kota madani. 

Kota madani memiliki banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Nah, bila merujuk kepada bahasa Arab madaniyah, yang berarti menempati suatu tempat. Benarkah? Iya benar. 


Ada beberapa ciri-ciri kota madani, diantaranya:

  1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
  2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
  3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.
  4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
  5. Tumbuh kembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rezim-rezim totaliter.
  6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan sehingga individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
  7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.

Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa kota madani adalah sebuah kota demokratis dimana terdapat masyarakat dan para anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya. Namun demikian, kota madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken for granted. Kota madani adalah konsep yang cair yang dibentuk dari poses sejarah yang panjang dan perjuangan yang terus menerus. Bila kita kaji, masyarakat di negara-negara maju yang sudah dapat dikatakan sebagai kota madani, maka ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk menjadi kota madani, yakni adanya democratic governance (pemerintahan demokratis yang dipilih dan berkuasa secara demokratis dan democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup menjunjung nilai-nilai civil security; civil responsibility dan civil resilience). Apabila diurai, dua kriteria tersebut menjadi tujuh prasyarat kota madani sebagai berikut:

  1. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat.
  2. Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (social capital) yang kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan terjalinnya kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok.
  3. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan; dengan kata lain terbukanya akses terhadap berbagai pelayanan sosial.
  4. Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga swadayauntuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat dikembangkan.
  5. Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.
  6. Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.
  7. Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan yang memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antar mereka secara teratur, terbuka dan terpercaya.

Tanpa prasyarat tesebut maka kota madani hanya akan berhenti pada satu  saja. Kota madani akan terjerumus pada masyarakat “sipilisme” yang sempit yang tidak ubahnya dengan faham militerisme yang anti demokrasi dan sering melanggar hak asasi manusia (HAM).


Sejak digulirkannya istilah kota madani pada tahun 1995 oleh Datuk Anwar Ibrahim, sejak itu pula upaya untuk mewujudkan kota madani telah “menggoda” dan memotivasi para pakar pendidikan untuk menata dan mencari masukan guna mewujudkan kota madani yang dimaksud. Namun, pihak-pihak yang skeptis meragukan keberhasilan bangsa Indonesia mewujudkan kota madani. Dalam hal ini, kota madani adalah sebuah impian (dream) suatu komunitas tertentu. Oleh karena itu, banyak pihak meragukan upaya bangsa Indonesia apalagi kota Banda Aceh (Aceh), dalam mewujudkan kota madani yang diharapkannya, karena formatnya pun belum jelas.


Banyak pihak memberikan dugaan bahwa Indonesia masih akan jauh dari pembentukan kota madani karena demokratisasi pendidikan belum berjalan lancar, sistem pendidikannya masih menerapkan faham kekuasaan, masih terlalu berbau feodal, dan belum memperhatikan aspirasi kemajemukan peserta didik secara memadai. Jika reformasi dan inovasi pendidikan memang mendesak untuk dilakukan dan agar kita memiliki andil dalam membentuk dan menghadapi kota madani, maka permasalahannya antara lain adalah, “sampai sejauh mana pemahaman kita tentang makna kota madani?, nilai-nilai manfaat apa yang diperoleh dengan terbentuknya kota madani?, dan bagaimana pemecahan masalahnya atau bagaimana cara melaksanakan demokratisasi pendidikan untuk mewujudkan kota madani?, bagaimanakah arah reformasi dan inovasi pendidikan harus dilakukan?, bagaimanakah agar demokratisasi pendidikan itu berjalan mulus tanpa hambatan dan penyimpangan?, bagaimana kekuasaan dan kepentingan pribadi atau golongan tidak menggoda untuk menunda demokratisasi pendidikan?.


Mengingat banyaknya masalah yang dihadapi dalam mewujudkan kota madani, maka pada kesempatan ini pembahasan dibatasi pada apakah makna kota madani itu, apakah manfaat mewujudkan kota madani itu?, dan bagaimana cara mewujudkan kota madani melalui pendidikan demokratisasi pendidikan?


Gellner (1995:2) menyatakan bahwa kota madani akan terwujud manakala terjadi tatanan masyarakat yang harmonis, yang bebas dari eksploitasi dan penindasan. Pendek kata, kota madani ialah kondisi suatu komunitas yang jauh dari monopoli kebenaran dan kekuasaan. Kebenaran dan kekuasaan adalah milik bersama. Setiap anggota kota madani tidak bisa ditekan, ditakut-takuti, dicecal, diganggu kebebasannya, semakin dijauhkan dari demokrasi, dan sejenisnya. Oleh karena itu, perjuangan menuju kota madani pada hakikatnya merupakan proses panjang dan produk sejarah yang abadi dan perjuangan melawan kezaliman dan dominasi para penguasa menjadi ciri utama kota madani.


Perjuangan kota madani di Indonesia pada awal pergerakan kebangsaan dipelopori oleh Syarikat Islam (1912) dan dilanjutkan oleh Soeltan Syahrir pada awal kemerdekaan. Jiwa demokrasi Soeltan Syahrir ternyata harus menghadapi kekuatan represif baik dari rezim Orde Lama di bawah pimpinan Soekarno maupun rezim Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto, tuntutan perjuangan transformasi menuju kota madani pada era reformasi ini tampaknya sudah tak terbendungkan lagi dengan tokoh utamanya adalah Amien Rais dari Yogyakarta.


Dalam kota madani, pelaku sosial akan berpegang teguh pada peradaban dan kemanusiaan. Kota madani merupakan masyarakat modern yang bercirikan kebebasan dan demokratisasi dalam berinteraksi di masyarakat yang semakin plural dan heterogen. Dalam keadaan seperti ini, masyarakat diharapkan mampu mengorganisasikan dirinya dan tumbuh kesadaran diri dalam mewujudkan peradaban. Mereka akhirnya mampu mengatasi dan berpartisipasi dalam kondisi global, kompleks, penuh persaingan dan perbedaan.


Dalam memasuki milenium III ini, tuntutan kota madani di dalam negeri oleh kaum reformis yang anti status quo menjadi semakin besar. Kota madani yang mereka harapkan adalah masyarakat yang lebih terbuka, pluralistik, dan desentralistik dengan partisipasi politik yang lebih besar, jujur, adil, mandiri, harmonis, memihak yang lemah, menjamin kebebasan beragama, berbicara, berserikat dan berekspresi, menjamin hak kepemilikan dan menghormati hak-hak asasi manusia.


Begitulah pula dengan kota Banda Aceh yang penuh budaya, agama, suku, dan etnis ini. Menurut padangan saya sebagai Blogger, kota dipandang sebagai kota yang sehat adalah adanya jasmani dan rohani. Untuk membangun kota, bukan sekedar merevitalisasikan adab dan tradisi masyarakat lokal saja, tetapi lebih dari itu untuk membangun masyarakat yang berbudaya, beragama sesuai keyakinan individu, masyarakat berbudaya yang saling cinta, kasih dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan.


Kota Madani sebagai kota yang penuh berperadaban, harus menjunjung tinggi serta nilai-nilai kemanusiaan dong, lalu masyarakat yang demokratis dan masyarakat sejahtera yang cinta damai juga.


Program pembangunan dengan keseimbangan pembangunan kota diarahkan pada upaya meningkatkan dan mengimbangkan kota madani dalam suatu sistem wilayah melalui peningkatan infra struktur perkotaan, sumber daya alam, sumber daya manusia dalam kerangka pengembangan ekonomi rakyat.


Intinya membangun sebuah masyarakat madani memerlukan komitmen bersama semua pihak.

-Banda Aceh Kota Madani

*Tambahan

Di bawah ini ada video hasil wawancara saya dengan tenaga pengajar Wahyu Hidayat, S.Pd.i di meukek, Aceh Selatan. Dan ada juga photo seputar kota Banda Aceh dan kota Aceh Selatan. 

Ini link videonya: Klik Disini (Kota Madani 2014)
Photonya bisa dilihat dibawah.

Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh

Simpang Lima, Kota Banda Aceh


Pusat kota Tapaktuan

Masjid Agung Istiqamah Tapaktuan


 
Saya; langsung dari kantor Bupati Aceh Selatan




Ditulis Oleh : Unknown // Sabtu, Juli 26, 2014
Kategori:

0 komentar:

 

Total Tayangan Halaman

Alvawan Nazmi. Diberdayakan oleh Blogger.